Ditulis oleh Hasnan Habib di Depok
Raden Ayu Utari Sandijayaningsih, Cucu Pembayun dari Mataram adalah Pelaku pembunuhan Gubernur VOC JP Coen dan istrinya di tahun 1629?
Jan Pieter Soen Coen , Gubernur Jendral VOC di Batavia yang meninggal tahun 1629 Masehi adalah salah satu sosok pahlawan kerajaan Belanda pada masanya, catatan militernya sarat dengan keberhasilan dalam membela kerajaan Belanda. Ambon, Banten dan Jakarta pernah ditaklukkan, dan darinyalah kekayaan Nusantara mengalir ke kantong kas kerajaan Belanda.
Dalam catatan arsip Belanda, JP Coen meninggal akibat serangan penyakit kolera pada 20 September 1629, tepat saat tentara Mataram dibawah pimpinan jenderal Panembahan Juminah dan Adipati Suro Agul Agul menyerbu jantung kota Batavia, misteri kematian JP Coen tetap menjadi tanda tanya sejarah , sebab pihak Mataram mengklaim bahwa JP Coen meninggal akibat tebasan pedang pasukan khusus sandi Mataram yang berada di garis belakang pertahanan Batavia, kepala JP Coen dipenggal dan dibawa ke kerajaan Mataram di Plered Bantul Yogyakarta dan sampai saat Sultan Agung wafat di tahun 1645, kepala JP Coen itu ikut dikuburkan dibawah tangga makam Sultan Agung, sebagai pertanda kemenangan Mataram terhadap kerajaan Belanda.(Gambar : Makam Ratu Roro Pembayun putri Panembahan Senopati Mataram, Makam Tumenggung Baurekso, panglima perang Mataram di Batavia 1628 dan Raden Bagus Wonoboyo, komandan pasukan sandi Mataram 1629 di keramat Kebayunan Tapos Depok, sedangkan makam Raden Utari Sandi Jayaningsih dan Wali Mahmudin ada di kramat Wali Mahmudin di Tapos Depok Jawa Barat- penulis tidak pernah berhasil mengambil gambarnya )
Klaim meninggalnya JP Coen oleh tentara komando Mataram agaknya masuk akal, karena 4 hari sebelumnya ( 16 September 1629 ) Eva Ment, istri JP Coen meninggal akibat keracunan, padahal Eva Ment dalam keadaan hamil tua, arsip Belanda menuliskan bahwa Eva Ment meninggal bersama bayinya akibat melahirkan. Akibat meninggalnya sang istri inilah JP Coen yang terkenal sangat disiplin dan tangguh menjadi lengah. Sebetulnya posisi Utari Sandijayaningsih sebagai spion utama Mataram hampir terbongkar ketika salah satu perwira muda VOC bernama Pieter J. Cortenhoeff mencurigai dan mengawasi Utari
sebagai pihak mata mata, namun dengan kecerdikan Bagus Wanabaya Pieter J. Cortenhoeff dapat dijebak dan digiring untuk masuk kedalam kamar Sarah Specx dalam rumah Jan Pieter Soen Coen, lalu terjadilah skandal Sarah Specx yang tertangkap tangan oleh Utari Sandijayangsih,
Pieter J. Cortenhoeff akhirnya dihukum pancung sampai mati pada bulan Juli 1629
Yang menjadi pertanyaan, siapakah sebetulnya yang membunuh Eva Ment dan JP Coen pada bulan September 1629 itu? Sampai saat ini belum pernah ada yang mengemukakan ke pentas sejarah Indonesia karena memang tidak ada dasar kejadian maupun fakta yang bisa dijadikan pegangan, tulisan ini menyampaikan salah satu data yang mungkin bisa dijadikan titik tolak mencari kebenaran sejarah atas kejadian yang menurut penulis sangat heroik sebab korbannya adalah Gubernur jenderal VOC dan istrinya, perlu diketahui selama Belanda menjajah Indonesia hanya 2 orang Jendral yang terbunuh di bumi Nusantara ini, JP Coen di Batavia, Van Heutz di Aceh dan sementara Brigjen Mallaby di Surabaya adalah jenderal kerajaan Inggris.
Kisah pembunuhan JP Coen dan istrinya di tahun 1629 itu tak lepas dari peranan Raden Bagus Wonoboyo dan putra-putrinya yaitu Raden Panji Wanayasa dan Raden Utari Sandi Jayaningsih, Raden Bagus Wonoboyo adalah putra dari Retno Pembayun, putri sulung Panembahan Senopati Mataram, istri Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang terbunuh oleh Panembahan Senopati di Kotagedhe.
Sejak mengikuti perang Mataram-Batavia di Jepara tahun 1620, Raden Bagus Wonoboyo membawa sang ibunda Retno Pembayun ke daerah Tapos Depok dalam rangka mendekati daerah Batavia dimana Retno Pembayun ingin lebih menjauh dari Mataram, jiwa kecintaan Retno Pembayun pada negeri Mataram diwujudkan dengan pengabdian demi bangsa Retno Pembayun tahu bahwa musuh Mataram yang lebih tangguh ada di Batavia, maka beliau membawa anak dan cucunya ke daerah hutan Tapos ( sekarang kecamatan Tapos kota Depok )
Sayang keinginan Roro Retno Pembayun berperang melawan tentara Kumpeni Belanda tidak kesampaian , Beliau meninggal dalam usia 76 tahun di tahun 1625, jenazahnya dimakamkan di kampung Kebayunan, Tapos Depok.
Komunitas mantan prajurit Mataram di perang Jepara 1619 terus bertambah banyak di hutan kali Sunter Tapos Depok, termasuk Ki Jepra (ki Kartaran, keturunan Siliwangi) yang menjadi teman karib Raden Bagus Wonoboyo dalam perang Jepara, makam Ki Jepra saat ini ada dalam kebon Raya Bogor, sebagaimana ibunda Retno Pembayun mereka adalah murid kesayangan dari Pangeran Benawa di Kendal Jawa Tengah.
Sejak tahun 1627 , bekerjasama dengan Tumenggung Kertiwongso dari Tegal, hutan kali Sunter didaerah Tapos telah dipersiapkan Raden Bagus Wonoboyo menjadi tempat pelatihan rahasia tentara Sandi Mataram, nama nama Nyencle, Jati, Sidomukti, Poncol, dan Banjaran Pucung adalah kode umbul, atau bendera penanda yang harus diikuti pasukan Mataram.
Kembali pada wafatnya JP Coen adalah buah kerja pasukan “Dom Sumuruping Mbanyu” yaitu pasukan khusus Mataram termasuk Raden Ayu Utari Sandijayaningsih anak Raden Bagus Wonoboyo, cucu dari Roro Ratu Pembayun, yang saat itu menjadi penyanyi kesayangan JP Coen di dalam kastil, dalam operasi yang sangat rahasia itu tersebutlah seorang juru tulis VOC yang bersandi Wong Agung Aceh, pemuda berkulit putih dan berhidung mancung yang ternyata adalah kepercayaan Sultan Agung yang diselundupkan melalui kapal dagang Aceh yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar.
Operasi yang dikomandoi oleh Mahmudin ( Wong Agung Aceh ) ini berhasil dengan sukses, setelah Raden Utari Sandi Jayaningsih mampu meminumkan racun arsenikum pada Eva Ment dan mengakibatkan istri JP Coen beserta anaknya itu meninggal. Maka 4 hari berikutnya giliran dia menggoda JP Coen dalam pesta mabuk-mabukan dan JP Coen yang tidak biasa minum sampai mabuk, lupa dan lengah sehingga berniat memperkosa Raden Ayu Utari Sandijayaningsih dalam kamarnya.
Dalam keadaan mabuk JP Coen tidak melihat bahwa Mahmudin menyelinap masuk kedalam kamar JP Coen dan memenggal kepala JP Coen yang dengan cepat oleh Utari Sandi Jayaningsih dibawa keluar benteng, menyusul beberapa ledakan hebat yang diakibatkan sabotase salah satu pasukan Sandi bernama Wargo, segera setelah serangan bom pada pesta itu, beberapa korban termasuk perempuan bergelimpangan dalam keadaan hangus sehingga Utari Sandi Jayaningsih dinyatakan tewas dalam petaka itu.
Peran raden Ayu Utari Sandijayaningsih didalam cerita ini sangat mirip dengan yang dilakukan sang neneknya Roro Pembayun saat menaklukkan Ki Ageng Mangir, jadi buah jatuh selalu tidak jauh dari pohonnya , namun peranan kali ini lebih berskala besar yaitu melawan penjajah kolonial dan merupakan bangsa asing yang sangat licik dan kuat persenjataannya.
Perjalanan kepala JP Coen dari benteng VOC diterima oleh Raden Bagus Wonoboyo yang kemudian secara estafet dibawa ke Mataram oleh divisi Tumenggung Surotani untuk diserahkan kepada Sultan Agung di Mataram , keberhasilan operasi komando pembunuh JP Coen ini secara keseluruhan telah menghentikan niat Sultan Agung melanjutkan peperangan melawan Kompeni Belanda di Batavia, namun selama Sultan Agung masih bertahta di Mataram selama itu pula Batavia tidak berani mengusik kedudukan Sultan Agung di Mataram.
Kini sang pahlawan wanita Raden Utari Sandi Jayaningsih jasadnya terbaring tenang disamping Wali Mahmudin di keramat Wali Mahmudin kelurahan Tapos, kecamatan Tapos Depok Jawa Barat, tak ada cerita bahwa beliau menikah dengan Wali Mahmudin, namun melihat posisi kuburnya kemungkinan besar Wali Mahmudin menikah dengan Raden Ayu Utari Sandi Jayaningsih dan meninggal terlebih dahulu dari istrinya, hal ini diketahui dari posisi rumahnya yaitu makam Wali Mahmudin berada disebelah barat dari makam Utari Sandijayaningsih.
Keramat Wali Mahmudin mempunyai ciri aneh yaitu pohon beringin lo berdiamater kurang lebih 2 m yang tumbuh menyamping dari arah utara makam Wali Mahmudin,